Note : Kalau dari tulisan ini ada yang mengharapkan pencerahan atau kata-kata semangat bisa jadi salah.
Sebab post ini ditujukan untuk menampung unek-unek penulisnya sendiri.
Siapa tahu ada yang sedang atau pernah mengalami.
Sebab post ini ditujukan untuk menampung unek-unek penulisnya sendiri.
Siapa tahu ada yang sedang atau pernah mengalami.
"Urip iki mung sawang sinawang, mula aja mung nyawang sing kesawang."
(Hidup itu hanya tentang melihat dan dilihat, jadi jangan hanya melihat dari apa yang terlihat)
That's true. Beberapa minggu lalu saya mengambil keputusan cukup berani dalam hidup. Resign dari pekerjaan. Sebelumnya saya bekerja di multinational company yang cukup terkemuka. Banyak sekali yang reaktif dan seketika memberi komentar kepada saya : Serius Dhil resign? Sayang banget ih bukannya kerjanya enak ya jalan-jalan terus? Bukannya temennya seru-seru ya? Kayaknya perusahaannya oke lho kok resign sih? Nah itu perspektif orang lain. Saya nggak mungkin juga kan menjabarkan reason dari A sampai Z kenapa memutuskan untuk resign. Alasan saya resign mungkin bisa dijabarkan panjang namun dapat disederhanakan dengan kalimat :
"Karena prioritas hidup dan definisi bahagia setiap orang berbeda."
As simple as that? Of course not, cuman kalo mau dijelasin beneran kan capek juga. Heuheuheu. Gambaran sederhananya seperti ini : Mungkin prioritas hidup si A bisa bekerja di perusahaan terkemuka, berada di lingkungan sosial yang menyenangkan, memiliki gaji tinggi lalu membeli semua barang yang diimpikannya bisa membuat dia bahagia. Lain lagi dengan si B yang ingin berjuang menjadi entrepreneur dan bermaanfaat bagi orang lain, lalu hidup damai jauh dari hiruk pikuknya kota metropolitan adalah versi bahagianya.
Beberapa bulan ini saya merangkum banyak hal yang saya alami dan membuat saya menarik kesimpulan, banyak dari kita iri dengan pencapaian orang lain, dan sering nyeletuk : "Ih dia keren banget dapet beasiswa sekolah ke Eropa kerjaannya traveling melulu, si B keren deh kerja di startup terkenal yang kantornya bagus, si C enak banget sekarang jadi pengusaha sukses, udah bisa beli rumah beli mobil bahkan bisnisnya semakin terkenal di luar negeri, si D bahagia banget ya udah mau nikah, cowoknya baik banget, mapan, happy ending akhirnya."
Kayaknya hidup semua orang kok enak banget mulus kayak pantat bayi. Terus compare sama pencapaian diri sendiri dan ngerasa, "Gilak ngapain aja ya gue selama ini? Bisa nggak ya gue kayak gitu juga? Padahal umurnya kan nggak jauh beda." Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah : Apakah perjuangan kita sudah sama dengan orang yang kita lihat jauh lebih sukses? Kita tidak tahu bukan untuk mendapat beasiswa kuliah ke luar negeri si A belajar dari pagi hingga malam, berjuang menyisihakam ribuan kandidat lainnya. Atau jika melihat si C kita juga tidak tahu perjuangan awal merintis usahanya, apakah dia langsung sukses? Kita tidak tahu jatuh bangunnya si C hingga dia sesukses yg kita lihat.
"Its important to remember not to compare yourself
to those who have been doing something for longer than you."
"You may think the grass is greener on the other side,
but if you take the time to water your own grass it will be just as green"
Yang terpenting dari semuanya adalah kebahagian diri kita dan kita bisa bertanggung jawab dengan apa yang kita pilih. Karena tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar mengenai standar kehidupan. Jadi tetaplah berusaha bahagia, karena menjadi benar-benar bahagia adalah hak kita. Suatu saat rumput kita pun pasti akan terlihat lebih hijau.
Nah versi bahagia menurut saya saat ini adalah : back to my hometown, memulai karir dan melanjutkan usaha di sini, memiliki banyak waktu dengan umi abah (ibu bapak), bahkan sekedar mengantar umi ke pasar pagi-pagi juga udah bahagia. Jadi apa definisi bahagiamu? Tenang saja, apapun itu in the end, everything will be okay! ;)
No comments:
Post a Comment